Sharing usaha: Pentingnya satu visi dan satu prinsip dalam perserikatan usaha

 “Orang pintar adalah orang yang belajar dari pengalamannya, sedangkan orang bijak adalah orang yang belajar dari pengalaman orang lain”

Hi guys, berjumpa lagi dengan kami yang tidak bosan-bosan untuk berbagi mengenai pengalaman atau apapun yang kami pernah alami baik secara langsung, atau merupakan cerita dari rekan-rekan yang bisa dibagikan kepada Anda semua untuk pelajaran yang berharga. Kali ini sobat KMI ingin berbagi cerita kepada kita semua mengenai jatuh bangunnya usaha, khususnya bagaimana pengalaman KMI dalam mengelola internal usaha.

Para pebisnis pemula khususnya biasanya mengalami kesulitan terbesar dalam hal pembiayaan dan pemasaran. Seiring dengan berjalannnya usaha, kita akan sangat merasakan bahwasanya kita adalah makhluk sosial. Kita tidak bisa menjadi seorang superman di dalam sebuah usaha, walaupun itu adalah konteksnya usaha kita sendiri (perseorangan). Kita banyak membutuhkan perpanjangan tangan. Contoh terkecil yang bisa kita cerna dengan baik adalah permasalahan mengenai belanja barang saja. Pastinya kita tidak bisa sendiri. Pada saat kita harus belanja barang yang mana memang harus kita yang datang ke toko/rekanan kita, maka secara otomatis kita membutuhkan orang untuk menggantikan posisi kita di tempat usaha kita yang harus senantiasa kita jaga dari waktu ke waktu.

Dalam hal manufaktur sebagaimana pengalaman kami (KMI) dalam mengelola sebuah industry manufaktur wahana mainan anak, sangatlah tidak mudah. Mungkin judulnya terkesan lucu, “produsen odong-odong”, tetapi nyatanya dalam praktik riil di lapangan kami merupakan salah satu industry yang bisa dikategorikan industry yang tidak ringan. Dengan produksi wahana permainan anak yang besar-besar bisa dikatakan bahwa kami memasuki industry berat.

Membuat odong-odong atau wahana permainan anak itu tidak mudah. Di hulu ini kami harus mengalokasikan berbagai macam sumber daya yang cukup kompleks mulai dari pemasok material, tenaga ahli produksi yang terdiri dari beberapa skill keahlian seperti fiberglass, air brush, welding, mekanikal & elektrikal, serta mesin, bank, lembaga perpajakan, ekspedisi, shareholders dan sebagainya. Kami harus memiliki mental yang kuat dan sangat sabar. Membangun industry manufaktur tidak sama seperti halnya perdagangan biasa. Disini dibutuhkan skill dan mental yang cukup mumpuni untuk akhirnya bisa survive di dalam industry.

Tingkat kesabaran yang dibangun tidak bisa hanya sebatas pada hitungan bulan ataupun di masa kurang dari 10 tahun. Ujian dan rintangan dalam usaha apapun sangat besar ombaknya pada saat-saat awal usaha khususnya dalam tahun do, re, mi atau tahun pertama, kedua, dan ketiga. Sudah barang tentu mindset yang dibutuhkan bukanlah kembali modal atau mengalami fase payback period dalam selang waktu kurang dari masa doremi tersebut.

Pelaku usaha manufaktur harus memiliki pandangan yang jauh ke depan mengenai perkembangan industrinya. Bukan hanya pandangan sempit dalam jangka waktu yang sangat cepat. Selain dari pandangan yang ada dalam internal manajemen tersebut, pihak manajemen juga harus memberikan sharing value atau berbagi mengenai nilai-nilai perusahaan kepada para anggotanya. Tidak terkecuali dari atas sampai dengan operator bawah.

 

Sulit untuk membagi visi

Ternyata pandangan dalam isi kepala manusia ini sangatlah berbeda-beda. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh sejauh mana tingkat pendidikan orang-orang yang ada di sekitar tempat usaha kita dan bagaimana pola pikir mereka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada.

Dalam sebuah organisasi apapun baik ormas ataupun bisnis sangat diperlukan kesatuan visi. Terkadang bagi kebanyakan orang khususnya orang-orang yang berada di tingkat strata bawah usaha, sangat sulit untuk memahami apa itu visi. Buat mereka visi merupakan suatu hal yang sangat abstrak yang sulit untuk diterapkan. Dari visi tersebutlah yang nantinya akan timbul nilai-nilai yang membentuk norma dalam sebuah organisasi.

Memang kita merasakan walaupun norma tersebut tidaklah ada secara tertulis. Dalam usaha kecil di tingkat UKM ini, terkadang norma sederhana mengenai sopan santun yang merupakan norma dasar yang ada di masyarakat saja masih sangat sulit untuk diterapkan.

Pada akhirnya sebuah visi bagi UKM hanya akan mentok di tingkat pemilik usaha saja. Parahnya lagi banyaknya kasus perceraikan perserikatan bisnis salah satunya adalah karena tidak satu visi dan satu prinsip. Hal tersebut yang pada akhirnya meluluh lantakkan bisnis itu sendiri hingga tercerai berai berkeping-keping bagai pesawat yang jatuh keras dari langit yang cukup tinggi.

Pentingnya bagi para pelaku UKM untuk memiliki kesamaan visi bagi para pendiri dan pemilik perusahaan jika memang didirikan secara bersama-sama. Perlu diyakini bahwa sebagai makluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri. Dalam konteks bisnis, kita tidak bisa menjalankan usaha kita secara sendirian. Ingatlah dengan filosofi sapu lidi, bahwa dengan bersatu tentunya kita akan menjadi lebih kuat. Namun jika bercerai-berai, maka kita cenderung menjadi lemah.

 

Tidak ada dua matahari dalam satu bumi

Frase di atas merupakan suatu ungkapan yang cukup mendalam mengenai arti kepemimpinan. Dalam suatu organisasi bisnis jangan sampai terpecah belah karena adanya dominasi kepemimpinan yang melahirkan kubu. Tidak boleh ada dua pemimpin dalam satu organisasi. Hal ini bisa di analogikan bagaimana lokomotif kereta api itu hanya ada satu. Ya, pastinya sangat repot jika dalam satu kereta api terdapat lebih dari satu lokomotif.

Kita harus belajar banyak mengenai nilai-nilai legowo. Terutama memahami arti pemimpin dan yang dipimpin. Jangan sampai setiap orang ingin berlaku sebagai pemimpin. Hormatilah pemimpin dan dukung pemimpin kita untuk menjadi lebih baik. Jika memang kita sudah menetapkan dalam kesepakatan bersama mengenai pemimpin yang ada diantara kita, maka sebagai pembawa panji terdepan dalam menentukan ke mana arah perjuangan bisnis kita, team yang di bawah pastinya harus memberikan dukungan sebesar-besarnya untuk mencapai kesuksesan bersama.

 

Menghormati norma yang berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis

Prinsip sebuah usaha itu cukup sederhana. Perusahaan membutuhkan orang yang bisa kerja dan mau di atur. Itu saja. Dalam berbagai sharing lain dengan para pelaku usaha ada yang mengatakan bahwa usaha itu dikelola dengan dua cara saja, yaitu membina atau membinasakan.

Pada dasarnya kata membinasakan merupakan sebuah kata yang memiliki makna cukup keras. Tidak jarang kita jumpai banyak orang pintar di luar sana tapi sulit di atur. Yang akhirnya secara tidak sadar ia telah merusak tatanan system, menubruk norma-norma yang ada yang pada akhirnya dapat menimbulkan chaos di dalam organisasi/perusahaan.

Dalam pepatah melayu mengatakan, “dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, artinya bahwa siapapun itu yang berada di tanah yang ia injak, memiliki norma atau aturan yang harus diikuti. Tidak bisa tidak. Bagi seorang karyawan yang ada di perusahaan dimana ia bekerja, sudah barang tentu ia harus menghormati norma atau aturan-aturan yang berlaku di perusahaan tersebut. Bukan dengan aturan apa yang ia mau sendiri. Tidak karena mentang-mentang ia pintar, lulus dari perguruan tinggi negeri favorit, lulus dengan nilai baik, pada akhirnya tidak bisa mematuhi norma yang ada dan malah menjadi orang yang keras kepala.

Pendidikan sejatinya membuat seseorang itu menjadi lebih bermanfaat dan bermartabat. Itulah yang dikatakan oleh bapak pendiri bangsa kita, Ir. Soekarno. Namun, dewasa ini kita dapat rasakan justru semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin buruk perangainya terutama terkait dengan kepatuhannya terhadap norma. Harapannya adalah bagi kita yang mengenyam pendidikan yang cukup tinggi sejatinya harus diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari, ditunjukkan dalam sikap kita yang semakin baik dan bijaksana.